<
English Competition merupakan kegiatan tahunan yang diadakan oleh Fakultas Sastra English Study Program, Universitas KATHOLIK Widya Mandala. Lomba ini diselenggarakan dalam rangka ulang tahun prodi english Study program dengan bermacam bidang lomba dan berbeda setiap tahunnya. Untuk tahun ini, WIMA English Competition menjunjung tema "Be Confident and Be The Winner" dan bidang lombanya adalah Individual Debate & Speech Contest.
Sebenarnya surat undangan untuk lomba ini sudah tiba sejak bulan Mei lalu, namun karena suatu hal surat ini baru turun hari Senin tanggal 23 Juli kemarin. Tepatnya H-4 sebelum pelaksanaan lomba. Lalu dengan informasi yang saya dapatkan dari pembina saya yaitu Bu Devit, saya di ajukan sebagai perwakilan sekolah untuk mengikuti kegiatan ini. Menurut saya ini bukanlah hal yang baru, karena sebelumnya saya pernah mengikuti Lomba Debat Bahasa Inggris di tingkat Provinsi Jawa Timur sebagai perwakilan Kab. Ponorogo.
Setelah mendapat informasi mengenai perlombaan tersebut. Saya memilih untuk mengikuti bidang lomba Individual Debate. Hari latihan di mulai pada hari Selasa, 24 Juli. Saya sepakat bersama pembina untuk mengundang pelatih debat dari Univ. Muhammadiyah Ponorogo. Mr. Sunni. Begitulah saya memanggilnya. Beliau adalah salah satu supervisor debat di Ponorogo.
Latihan saya lakukan selama 2 hari saja. Dalam latihan tersebut, saya dan pelatih membahas Mosi debat yang akan menjadi topik perdebatan nantinya. Karena untuk lomba Individual Debate ini merupakan Prepare Motion yang berarti telah di sediakan 8 mosi yang nantinya akan di undi untuk mosi yang akan di perdebatkan. Untuk itu kami membahas semua mosi debat dengan begitu singkat karena waktu yang tidak terlalu banyak.
Pada hari pertama latihan, kami mulai jam 10.00 WIB sampai jam 13. 00 WIB. Cukup membuat saya stres karena begitu banyak materi di berikan dalam sekali pembahasan. Namun saya percaya, mengeluh tak akan membuahkan hasil yang sempurna. Jadi saya terus me motivasi diri saya sendiri. Dengan semangat dan dorongan dari orangtua saya dan pembina akhirnya saya bisa lebih semangat dalam berproses. Dihari kedua, saya disibukkan dengan keperluan sekbid. Dimana saya harus mengurus arsip-arsip sekbid. Ya, waktu latihan saya tersita untuk ini. Dan kebetulan sekali, di hari itu pelatih saya juga sedang dalam masalah. Dimana sepeda motor yang biasa ia gunakan untuk beraktivitas mengalami kerusakan mesin. Alhasil beliau tidak bisa hadir untuk melatih saya di sekolah. Namun saya tak tinggal diam. Saya ingin memberikan yang terbaik untuk sekolah saya. Di awal ajaran baru ini, saya harus mampu membuka pintu prestasi untuk sekolah ku ini. Sehingga saya memutuskan untuk datang ke rumah pelatih setelah pulang sekolah. Lelah memang, namun Bagaimana pun juga kesempatan yang telah hadir di depan mata tak boleh saya sia-siakan. Dengan tekad yang kuat, saya benar-benar tiba dirumah pelatih. Di sana saya sudah ditunggu oleh pelatih saya. Latihan pun kami mulai. Kami melanjutkan untuk membahas hal yang belum sempat kami bahas dipertemukan sebelumnya.
Setelah sekiranya cukup, kami melanjutkan untuk berlatih debat. Di sini saya akan melawan pelatih saya sendiri. Saya merasa bahwa ini adalah sebuah ketidakseimbangan karena saya merasa bahwa saya tidak akan bisa mengalahkan pelatih saya tersebut. Namun menang atau kalah bukanlah tujuan utama dari sebuah proses. Yang terpenting adalah perubahan yang akan membuat kita menjadi lebih sempurna, itulah tujuannya. Ternyata benar, saya kalah melawan pelatih saya. Meskipun saya tahu ini akan terjadi, namun setidaknya saya pernah mencoba. Daripada tidak pernah sama sekali. Hehhe
Latihan pun kami akhiri sampai jam 5 sore. Setelah itu saya ijin pulang dan kami berencana untuk latihan kembali keesokan harinya jam 5 pagi. Karena jam 6 saya sudah harus berangkat ke WIMA.
Hari H telah tiba, saya bangun begitu pagi. Mempersiapkan segala keperluan saya. Kemudian bergegas menuju rumah pelatih setelah sholat subuh. Namun sebelum itu, tetap saya meminta ridho dari kedua orang tua saya agar saya diberi keberkahan ketika beraktivitas.
Tiba dirumah pelatih. Saya dan pelatih hanya memiliki waktu singkat. Jadi kami putuskan untuk membahas materi dengan begitu kilat. Hanya 1 materi yang kita bahas yaitu mosi debat "THW allow prisoners to choose death over life sentences" yang berarti, "Dewan ini mengizinkan tahanan untuk memilih hukuman mati daripada penjara seumur hidup".
Tidak tahu mengapa hanya mosi itu yang selalu saya bahas dan saya harapkan akan menjadi mosi saya saat lomba nantinya.
Ketika perjalanan ke WIMA, di dalam mobil saya terus mencari materi yang sekiranya akan menjadi bahan argumen saya. Lagi-lagi saya terus mencari materi tentang Hukuman Mati tadi, dan saya cukup memahami hal tersebut. Sampai tak terasa sudah sampai di WIMA.
Saya dan rombongan tiba di Universitas KATHOLIK Widya Mandala sekitar pukul 8.00 WIB. Begitu sampai di sana, kami langsung di sambut oleh panitia dan di persilakan untuk registrasi ulang sekaligus mengambil nomor peserta, saya mendapat nomor 6. Kemudian saya memasuki aula untuk mengikuti kegiatan Welcome Ceremony. Saya begitu terkejut ketika tiba di dalam aula, bagaimana tidak? Ternyata mayoritas peserta lomba adalah Chinese. Ya mereka adalah keturunan asli China. Siapa yang tidak tahu betapa pintar nya orang-orang China? Begitulah fikiran saya saat itu. Namun saya mencoba untuk percaya diri. Tetap berusaha tenang dan fokus. Saya putuskan untuk sekedar membaca-baca artikel. Namun sungguh tak bisa masuk ke otak karena saking gugup nya saya. Sampai akhirnya kami di persilakan untuk menuju ke ruang lomba kami masing-masing. Namun sebelumnya. Peserta yang belum waktunya untuk berlomba harus menunggu giliran di luar ruangan. Saya benar-benar tidak bisa fokus dengan apa yang saya pelajari selama menunggu giliran untuk masuk ruang lomba.
Menurut informasi yang saya peroleh dari Contact Persons dari panitia kegiatan, sebelum debat akan diberi waktu 15 menit untuk menyusun argumen. Saya hanya berkomunikasi mengenai pelaksanaan lomba melalui via Whatsapp saja karena kami tidak mengikuti kegiatan Technical Meeting.
Kemudian saat giliran saya untuk masuk ruang lomba, saya masuk dengan begitu percaya dirinya. Saya berjabat tangan dengan dewan juri dan panitia yang ada di dalam. Kemudian kami mengundi mosi debat dan memilih sebagai Tim Pro atau Kontra. Kebetulan saya kalah dalam suit dan akhirnya saya menjadi tim kontra. Sedangkan tim pro adalah dari SMA N 5 Madiun. Dengan mendapat posisi sebagai tim kontra sudah membuat saya down. Karena menurut saya tim kontra merupakan posisi yang sangat sulit untuk menemukan titik yang baik untuk menyerang. Saya berusaha tetap yakin. Begitu mosi telah diundi, ternyata kami mendapat mosi "THW allow lower taxes for Indonesian Startups" yang berarti, "Dewan ini akan memberikan pajak rendah kepada Startups yang ada di Indonesia". Parah... Saya semakin down lagi. Karena mosi itu sama sekali tidak saya pahami. Belum sempat saya bahas dengan pelatih saya. Dan memang itu adalah mosi yang paling saya hindari. Setelah itu kami dipersiapkan untuk menyampaikan argumen kami. Disini lah kesalahpahaman saya terjadi. Karena saya mengira akan diberi waktu 15 menit untuk menyusun argumen. Ternyata tidak. Jadi saya hanya membawa sebuah kertas kosong. Sedangkan lawan saya sudah menyiapkan bahan argumen dari sekolah. Alhasil dia membaca semua materi tersebut. Tapi tunggu, ini adalah debat. Sebenarnya tidak boleh terlalu sering membaca. Namun yang dilakukan lawan saya hanyalah membaca catatan. Tanpa ada penekanan sedikitpun. Dimana debat biasanya mempunyai ciri penegasan kalimat. Saya benar-benar tidak mengerti apa yang akan saya bicarakan nantinya. Karena saya tidak mempunyai bahan apapun. Kecuali kertas kosong yang saya pegang. Takut, saya benar-benar sangat takut. Waktu tim pro menyampaikan argumen pun sudah selesai. Sekarang giliran saya, awalnya saya ragu. Namun saya mengingat pesan pembina saya. "Yang penting kamu Percaya Diri Fik". Seketika saya berdiri dari tempat duduk saya dengan begitu mantap dan yakin. Saya bisa! Saya mulai menyampaikan argumen saya. Tanpa membaca catatan apapun. Saya hanya berbicara sesuai dengan apa yang ada di pikiran saya. Dan saya memang merasa sangat kurang. Namun Bagaimana pun juga saya harus tetap yakin. Saya mendapat 2 kali interupsi dari lawan. Dan betapa kagetnya saya, semua interupsi tersebut bisa saya jawab dengan begitu lancar dan tegas. Sampai-sampai saat saya melihat ke arah juri, beliau terlihat begitu puas dengan jawaban yang saya berikan pada lawan. Saya semakin yakin dan bersemangat. Sampai akhirnya saya selesai berargumen. Setelah itu, saya keluar dari ruang debat tanpa beban. Karena saya sudah pasrah dengan apapun hasilnya nanti. Yang terpenting adalah saya sudah melakukan yang terbaik.
Sampai pada saatnya pengumuman peserta yang lolos final. Saya tidak menaruh harapan yang terlalu besar di sini. Karena saya merasa saya telah gagal di awal. Namun ternyata Allah berkata lain. Allah masih memberi saya kesempatan sekali lagi untuk melakukan yang terbaik. Ya. Nomor saya terpanggil sebagai salah satu peserta yang lolos ke babak final. Terkejut? Bukan lagi. Yang saya rasakan hanya seperti mimpi. Saya sadar bahwa ternyata juri melihat kelebihan saya sehingga mereka memberikan saya kesempatan lagi.
Di tahap final. Saya melawan dari sekolah yang sama seperti saat penyisihan yaitu SMA N 5 Madiun, tetapi dengan orang yang berbeda.
Mosi debat yang saya dapatkan adalah "THW allow prisoners to choose death over life sentences". Saat diundi saya kalah lagi. Sehingga saya mendapat posisi tim kontra lagi. Namun dari mosi debat ini sangat menguntungkan bagi saya. Karena saya sudah cukup memahami akan mosi debat ini. Nah disinilah ternyata baru di beri waktu 15 menit untuk menyusun argumen. Dan saya begitu yakin bahwa saya bisa.
Akhirnya waktu debat pun dimulai. Begitu melihat kemampuan lawan, saya menjadi semakin bersemangat. Karena ternyata argumen yang dia sampaikan tepat dengan apa yang saya perkirakan dan tidak terlalu spesifik. Jadi saya dapat dengan mudah mencari titik lemah dari lawan. Semakin panas, seperti yang biasa saya lakukan saat lomba debat. Saya selalu memasang ekspresi yang mampu membuat lawan emosi. Jadi akan mengganggu konsentrasi mereka hahha. Itulah kelebihan saya, saya pandai berekspresi. Ketika tim pro sudah selesai menyampaikan argumen. Saya langsung bersiap untuk memberikan tembakan kuat dari argumen saya. Dan tap tap tap langkah yang saya buat begitu mantap dan saya berbicara dengan begitu yakin nya. Dewan juri nampak begitu yakin dengan argumen saya karena saya mempunyai analogi dan bukti yang kuat. Sangat luar biasa. Sangat diluar dugaan bahwa saya bisa selancar itu saat berdebat. Padahal biasanya saat latihan, saya sering terlalu banyak berpikir. Lagi lagi saya yakin bahwa Allah sedang membantu saya. Alhamdulillah debat selesai.
Setelah itu saya berjabat tangan dengan dewan juri. Untuk memberikan rasa hormat dan terimakasih saya terhadap mereka yang telah mengapresiasi argumen saya.
Setelah menunggu selama beberapa jam. Akhirnya pengumuman pun tiba. Saya masih sama, tak berharap terlalu besar karena perfomance dari para peserta yang masuk final juga sangat luarbiasa semuanya. Saya hanya bisa bertawakal.
and the third Winner. With 1460 point is finalist number 6. Fiki Andriansah from SMK N 1 Ponorogo!!!! " saya masih terdiam. Masih mencerna apa yang dikatakan oleh MC. Saya tak mau salah dengar. Karena pasti akan sangat memalukan jika saya salah dengar. Saya baru tersadar ketika teman saya memukul tangan saya dan memberitahukan bahwa nomor saya adalah yang terpanggil. Sangat speechless dan tak menyangka. Dari puluhan finalis yang mengikuti kompetisi ini, saya bisa membawa salah satu piala nya mampu menggaungkan nama SMK N 1 Ponorogo di kota orang.
Jadi teman-teman. Dari pengalaman saya untuk mengikuti lomba ini dapat dipetik sebuah pelajaran. " If you believe in your self that you can do it, surely you can do it".
Jangan pernah takut untuk mencoba. Tapi takutlah kalau tak pernah mencoba. Dan kesempatan bukanlah sebuah mainan. Tapi bermainlah dengan setiap kesempatan yang datang. ~Fiki Andriansah